Minggu, 28 September 2008
filosofi hati mati
Senin, 08 September 2008
Jauh dan Terbuang
Jauh dan Terbuang
Aku melihat diriku sendiri dalam keadaan yang terpuruk. Terjatuh dan remuk tanpa kekuatan apapun yang mampu menopangku. Aku melihat diriku merangkak mencoba berpindah tubuh dalam kelemahan yang mendalam. Aku berusaha mencari kekuatanku di dalam diriku, namun tampaknya hatiku telah mati dan mengusir semua kuat di dalam diriku yang sendiri. Kini aku mencoba melihat sekitarku, apakah ada seseorang yang mampu menjadi penopang ku, mengulurkan tangan untuk kuraih. Tampaknya memang tiada sesiapapun yang mampu kuraih, semuanya hanya diam bahkan mungkin tertawa di dalam jiwa mereka yang haus akan kepuasan. Aku tak tahu lagi di mana aku mencari, di rumah aku pun mengalami kepedihan ketika aku menjadi seseorang yang tak berprestasi yang membanggakan. Pada cinta aku telah beku, sehingga aku tak peka akan kehangatannya, rasaku telah mati, bahkan mungkin mereka bersyukur tidak menjadi bagian dari cintaku yang hina dan tak berharga. Pada sahabat, tampaknya mereka pun harus tetap berdiri tegak untuk menjadi sandaran bagi kekasih mereka, sementara untuk menopangku mereka harus menundukan sedikit badannya, tampaknya itu sulit karena mereka pun tak ingin aku mencampuri kehidupan cinta mereka yang memang lebih penting dari aku. Di rumah Tuhan para pemuja tak menginginkan aku karena aku dianggap tidak sama dengan mereka yang selalu hidup di bawah perintah-Nya yang agung. Di manapun aku berpijak, aku terbuang, tak akan berarti apapun yang kuberikan pada siapapun. Aku tertolak dan terpuaskan akan kesendirian yang mendalam. Kebekuan ini menguasai aku amat dalam. Saat aku menangis, air mataku dianggap tipuan layaknya racun yang mematikan. Kini aku tak lagi berair mata, aku tak lagi memiliki hati untuk menangis, aku hanya tertawa jika aku terluka. Apakah aku begitu hina, sehingga kenangan tentang aku yang indah tak mampu membuat mereka berhenti menolak aku, apakah mereka tak ingat bagaimana dulu aku berair mata dan mereka berusaha menyekanya, begitu pula air mata mereka menjadi bagian jiwaku saat aku memeluk mereka. Apakah kenangan itu telah pergi, apakah kenangan itu hanya berarti bagiku dan tak berarti apapun bagi mereka, aku tak tahu. Kini aku merindukan tangisanku yang dulu, dan aku ingin mencinta lagi yang kini aku telah lupa bagaimana rasanya mencinta. Aku jatuh, terpuruk namun dibiarkan hidup dalam lukaku yang membelenggu.
MAWAR ITU MEMUAKAN, MADU ITU PAHIT, TERIK MENTARI ITU BEKU, SENYUM ITU MENYAKITKAN, JIKA DITOLAK SAAT DIBERIKAN.
Filosofi Air Hangat
IKAN DAN AIR HANGAT
(filosofi Air Hangat)
Di daerah pedalaman
Filosofi Hati
Tak Punya Hati
(Filosofi Hati)
Kemarin ada perkelahian kecil antara aku dan seorang atlit penyandang cacat. Ceritanya waktu itu habis terima medali dia senyum dan lambaikan tangan sama gue, tapi gue biasa aja liat dia, tanpa ekspresi. Tapi itu bukan karena gue sepele, tapi emang lagi males senyum aja. Eh dia nyamperin, dia langsung labrak gue, eh anak muda, jangan sok lu, buat senyum aja apa sih susahnya, kata dia. Kayak masalah lu paling berat sedunia aja, tambahnya. Karena gue ga mau ribut, jadi gue diem aja. Eh dia tambah marah dan orasi di depan gue. Dia bilang, apapun masalah lu ga ada apa-apanya dengan jalan hidup yang gue lewati, dengan satu kaki dan satu kaki palsu, gue bisa tetep jadi atlit lari, kata dia. eh lu yang badannya lengkap mau sok stress, ga pantas. Minimal dalam hidup lu bisa bagikan senyum lah. Akhirnya gue tersenyum kecil dan ngomong sama dia, gue lagi ga perduli sama masalah gue itu apa, tapi kalo emang lu mau tahu, oke kita ngobrol, kata gue. Kalo lu punya prestasi walaupun lu cacat, itu memang satu perjuangan dan gue hargai itu, tapi biar lu tahu bahwa kekuatan yang terbesar adalah hati manusia. Makanya lu mudah senyum, karena lu masih punya hati., dan akhirnya itu jadi kekuatan penganti kaki lu yang hilang, kata gue. Sementara gue sendiri sudah lupa gimana rasanya ketawa, karena hati gue dah lama beku n mati. Walaupun badan gue lengkap, gue menjadi lemah karena gue kehilangan satu anggota tubuh gue, dan itu adalah hati gue, pusat kekuatan hidup gue. Makanya kehilangan hati berarti kehilangan segalanya yang ada sama gue. Bahkan gue ga punya kekuatan untuk senyum, bagaimana gue bisa berjuang untuk hidup seperti yang lu bilang. Bahkan gue juga ga bisa nangis, karena gue udah ga bisa bedain mana sedih, mana senang, buat gue rasanya sama saja, yaitu menyakitkan. Lalu gue pergi
Filosofi Anjing
PANTASKAH ANJING PROTES PADA SAHABATNYA
(Filosofi Anjing)
Kemarin ada anjing yang datang ke gue, dia curhat sampe terkaing kaing kaya anjing (lho